Monday 28 December 2009

Wejangan

Wejangan Syech Abdulloh Syukur pada Pengajian Khusus Setiap Malam Jum’at Legi Periode I (1994 – 2004)

SARABA AMPAT

[1]

Allah jadikan saraba ampat
Syariat thoriqot hakikat makrifat
Menjadi satu di dalam kholwat
Rasa nyamannya tiada tersurat


Parafrase:
“Allah menjadikan serba empat”, diterangkan oleh Syech Abdulloh Syukur di baris berikutnya, serba empat yang pertama adalah “syariat, thoriqot, hakikat, makrifat”.
Urut-urutan ini seolah-olah sesuatu yang baku untuk beberapa dekade. Tidak jelas dalil atau dasarnya (Qur’an – Haditsnya), tapi banyak yang memakai urut-urutan tingkatan atau tahap yang harus ditempuh seperti itu, yaitu syariat dulu (syariat di sini bisa dipahami sebagai ajaran agama yang mengatur wujud lahir manusia), baru thoriqoh (thoriqoh sendiri artinya “jalan”, bisa dipahami sebagai masa transisi atau proses dari syariat menuju hakekat), baru setelah itu hakekat (hakekat bisa diartikan esensi atau jiwa atau hal-hal yang menyangkut isi dari agama), baru kemudian makrifat (ma’rifat di sini bisa dipahami ma’rifatulloh, yaitu mengenal Allah dengan sebenar-benarnya kenal).
Sebagai bahan rujukan di salah satu hadits disebutkan, “awalauddin ma’rifatulloh”, “awal di dalam beragama adalah ma’rifatulloh”. (Tetapi kenapa ma’rifatulloh itu ditempatkan pada tahap yang terakhir??)

“Menjadi satu di dalam kholwat”, “kholwat” adalah salah satu “riyadhoh”, atau salah satu latihan bagi shalik, dimana saat ber-kholwat itu seluruh perhatian, jiwa, raga, rasa, semata-mata ditujukan pada Allah. Hal ini berarti, menurut Syech Abdulloh Syukur, syariat, thoriqot, hakekat, dan ma’rifat, keempat-empatnya itu “dilakukan” saat ber-kholwat.
Keterangan tambahan, kholwat ini biasanya dipahami oleh sebagian orang yaitu “riyadhoh” yang dilakukan Nabi Muhammad saat beliau berada di gua Hiro’.
Karena secara jelas, jarang sekali ada yang membahas tentang apa yang dilakukan Nabi di gua Hiro’, dan secara syariat atau hukum-hukumnya bagaimana??
Padahal hal itulah yang intensif dilakukan Nabi Muhammad sebelum pengangkatan kenabian. Kadang 7 hari, kadang 10 hari, kadang 21 hari, kadang 40 hari bahkan diceritakan pernah hampir 2 tahun Nabi Muhammad berada di Gua Hiro’.

“Rasa nyamannya tiada tersurat”. Rasa ber-kholwat, dalam bersyariat, thoriqot, hakekat, ma’rifat, digambarkan oleh Syech Abdulloh Syukur sebagai rasa yang tidak bisa dilukiskan (diistilahkan “tiada tersurat”), hanya para pelaku-pelaku kholwat saja yang bisa merasakannya.


[2]

Huruf Allah ampat banyaknya
Alif i’tibar dari pada Dzat-Nya
Lam awal dan akhir sifat dan Asma-Nya
Ha isyarat dari af’al-Nya


Inilah penjelasan yang kedua tentang serba empat. Yaitu diambil dari huruf Allah, Alif, Lam, Lam, Ha, yang jumlahnya adalah empat.
“Alif i’tibar dari pada Dzat-Nya”, “Lam awal dan akhir sifat dan Asma-Nya”, “Ha isyarat dari af’al-Nya”.
Saya buka di naskah lain, yaitu naskah dari Syeh Muhyiddin yang masih tersimpan di PP. Sonojejer tentang “Martabat tujuh”, tampak ada hubungan erat antara pengertian “martabat tujuh” dengan yang dijelaskan oleh Syech Abdulloh Syukur ini. Yaitu yang diterangkan oleh Syech Abdulloh Syukur melalui sarana huruf-huruf dalam kata “Allah” ini, menerangkan 4 martabat yang juga diterangkan dalam “martabat tujuh”.
Dan ini membuat muncul kesimpulan awal bahwa Syech Abdulloh Syukur juga memperoleh pelajaran tentang “martabat tujuh” ini. Untuk pemahaman istilah-istilah ini lebih baik Anda kholwat di Gua Shafarwadi Syeh Abdul Muhyi, Pamijahan.

[3]

Jibril, Mikail Malaikat mulia
Isyarat sifat Jalal dan Jamal
Izrail, Israfil rupa pasangannya
I’tibar sifat Qohar dan Kamal


Serba emapt yang ketiga dijelaskan oleh Syech Abdulloh Syukur, dengan menjelaskan Malaikat-malaikat tertentu yaitu Jibril, Mikail, Izrail dan Israfil. Dimana dijelaskan oleh Syech Abdulloh Syukur di sini, malaikat Jibril dan Mikail sebagai malaikat mulia – “Jibril, Mikail Malaikat mulia” –. Isyarat dari sifat Jalal dan Jamalnya Allah (artinya Jalal dan Jamal – lihat di Aurod Sholat Daim Asma’ul Husna). Sementara itu pasangannya adalah malaikat Izrail dan Israfil sebagai i’tibar sifat Allah yang Maha Qohar dan Maha Kamal (artinya Qohar dan Kamal baca pula di Aurod Sholat Daim Asma’ul Husna).

[4]

Jabar Ail asal katanya
Bahasa Suryani asal mulanya
Kebesaran Allah itu artinya
Jalalulloh bahasa Arabnya


Syech Abdulloh Syukur di sini menerangkan serba empat yang keempat tetapi dengan bahasa tersirat, karena di sini, dibahas tentang asal muasal Jalalulloh dari bahasa wahyu menjadi bahasa lahir yaitu bahasa Arab.
Apakah Qur’an itu diturunkan Allah dalam bahasa Arab?? Maha Suci Allah, hanya Allah yang tahu bahasa wahyu itu.
“Jabar Ail” ini sebagai dimaksudkan atau diistilahkan komunikasi awal antara Allah dengan Jibril (memakai bahasa “wallohu ‘alam”). Mengacu dari nama “Jibril” menjadi “Jabar Ail”, tahap yang kedua diterangkan oleh Syech Abdulloh Syukur, “Bahasa Suryani asal mulanya”, Bahasa Suryani di sini sering dipahami sebagai bahasa malaikat, mirip-mirip bahasa Arab, tapi tidak bisa diartikan meskipun ada makananya.
Contoh lain bahasa Suryani, “bi ajin ahujin jalajalyu tu jaljalat”, saya “intip” dari kitab rahasia yang biasanya dibaca dengan ritme tertentu dalam suatu kelompok mistis tasawuf.
Tahap ketiga yaitu “Kebesaran Allah itu artinya”, dalam tahap ini, berarti bahasa “wahyu” tadi sudah bisa diterima oleh manusia, dan baru diberi simbol atau bentuk, karena lewatnya Muhammad si Orang Arab, maka menjadilah “Jalalulloh bahasa Arabnya”.

[5]

Nur Muhammad barmula nyata
Asal jadi alam semesta
Saumpama api dengan panasnya
Itulah Muhammad dengan Tuhannya


Di sini, tampak lebih jelas bahwa Syech Abdulloh Syukur atau Mbah Dull ini, lagi-lagi menjelaskan pelajaran tentang “martabat tujuh”, baik yang dikarang oleh Syeh Abdul Muhyi maupun karya Haji Hasan Mustapa, yang ujung-ujungnya akan kita temui dalam pendapat Ibnu Arobi, Nur Muhammad diyakini sebagai asal muasal penciptaan alam semesta.
Dijelaskan oleh Syech Abdulloh Syukur di baris kedua, “Asal jadi alam semesta”. Di pembahasan tentang “martabat tujuh” di kitab yang saya sebutkan di atas, “Nur Muhammad” ini berada pada martabat “wahdah”, atau martabat yang kedua, tempatnya sifat Allah. Lihat perkataan Syeh Abdulloh Syukur sendiri pada bagian [2] Alif i’tibar dari pada Dzat-Nya, Lam awal adalah sifat-Nya.
Dengan jelas dikatakan di baris berikutnya, “Saumpama api dengan panasnya”, “Itulah Muhammad dengan Tuhannya”. Api adalah perlambang Dzat-Nya, sedang panas perlambang dari sifat api atau sifat dari Dzat-Nya tadi. Ini juga disebutkan dalam “martabat tujuh”, yaitu martabat “ahadiyah” dan “wahdah”.
Ada kesamaan pemahaman.

[6]

Api dan banyu tanah dan hawa
Itulah dia alam dunia
Manjadi awak barupa-rupa
Tulang sumsum daging dan darah


Serba empat yang berikutnya di sini diterangkan oleh Syech Abdulloh Syukur yaitu api, air, tanah dan udara (hawa), inilah yang menjadi unsur-unsur terbentuknya jasmani manusia. “Itulah dia alam dunia”, kata Syech Abdulloh Syukur, “Menjadi badan yang bermacam-macam”, (“menjadi awak barupa-rupa”). “Tulang sumsum daging dan darah”. Kembali lagi penurunan air menjadi tulang, api menjadi darah, tanah menjadi daging dan hawa (udara) menjadi sungsum, kita temui juga dalam bahasan “martabat tujuh”.

No comments: