Saturday 2 January 2010

KUPU-KUPU SI POCIN

Sipocin adalah seekor kupu kupu yang cantik dan apik. Dia memiliki sayap yang sangat indah. Sayapnya terdiri dari beberapa warna yang sangat cantik. Sipocin tinggal bersama kedua orang tuanya dan kedua saudaranya. Mereka tinggal di tengah hutan dan tempat tinggalnya sangat terpencil tetapi keluarga Sipocin mempunyai tetangga yang banyak penghuninya.
Walau masih kecil Sipocin sangat rajin , dia tidak mau bergantung kepada orang lain, walaupun itu adalah keluarganya sendiri. Sipocin juga mempunyai banyak teman. Sikiro panggilan untuk sekelompok kupu kupu kecil dan Sirion panggilan untuk sekelompok kupu kupu besar atau kupu kupu gajah. Sikiro dan Sirion sangatlah malas. Mereka hanya mau bermain dan makan, mereka tidak mau mencari makanan berupa madu sendiri , tetapi mereka semua bergantung kepada orang tua.
Waktu musim kemarau adalah musim yang sangat dibenci oleh semua kupu kupu, karena banyak bunga-bunga yang tidak mekar, dan itu sangat menyulitkan kupu kupu untuk mendapatkan makanan. Bunga-bunga berguguran karena kekeringan.
Musim hujan adalah musim yang sangat disenangi oleh semua kupu kupu , karena di musim hujan selain udaranya yang sejuk juga sangat cocok untuk bermain bersama teman-temannya.
Sipocin pada musim hujan biasanya menggumpulkan makanan berupa madu untuk persediaan saat musim kemarau tiba. Di musim hujan kupu kupu dapat mencari madu sebanyak-banyaknya.
Pada saat musim hujan kali ini udaranya yang sangat sejuk, berbeda dengan musim hujan yang dahulu. Udara yang sejuk saat ini membuat mereka melupakan satu hal yang amat penting yaitu menggumpulkan madu untuk persediaan keperluan keluarganya saat musim kemarau yang akan dating.
Sipocin adalah kupu kupu yang baik. Tak pernah dia lalai dalam mempersiapkan bekal untuk keluarganya.
“Hai Kiro, ayo kita ke kebun” ajak Sipocin
“Rion, ikuttn aku ke kebun yook, ‘ kata Sipocin pada temannya.
Teman-teman Sipocin tidak ada yang memperhatikan ajakannya. Mereka malah asyik bermain tak menghiraukan kata-kata Sipocin.
Sipocin tidak patah arang, dia gigih mengajak teman-temannya.
“Ayolah kita bermain bersama-sama di kebun seberang, “ ajak Sipocin lagi.
“Ah…. Pocin, jangan ganggu kami dong,” kata Kiro
“Berangkat sana sendiri, jangan ajak kami,” kata Rion.
“Kalian harusnya jangan hanya bermain melulu dong, kita juga harus membantu orang tua kita,” kata Sipocin, “kasihan orang tua kita yang udah membanting tulang untuk membesarkan anak-anaknya.”
“ Ayo Rion, kita pergi, males aku dengar kata-kata Pocin,” kata Kiro.
“Ayo……,” seru Rion
“Da…da…..da…. Pocin,” kata Rion dan Kiro bersama-sama
Sipocin hanya bisa menatap kepergian teman-temannya dengan perasaan sedih. Mengapa teman-temanku hanya bisa menghabiskan waktu untuk bermain saja tanpa mau meringankan beban berat orang tuanya.
Pada suatu hari yang sangat cerah, matahari bersinar dengan cahayanya yang menawan, menerangi alam semesta, menghidupkan semua yang ada di bumi ini dengan sinarnya tanpa pernah lelah. Sipocin terbang perlahan-lahan sambil bernyanyi.
“Alangkah indahnya semestaku.
Ku kan slalu menjagamu.
Tak kan kubiarkan kau termangu
Tak kan kubiarkan kau tersedu

“Oh, Tuhan Yang Kuasa
Puji syukur atas anugrahMu
La…la…la…la…..
Li….li….li………
Sambil terus bernyanyi Sipocin terbang dengan sayap indahnya, menghirup segarnya udara di sekitarnya. Tiba-tiba Sipocin melihat sebutir biji bunga matahari. Sipocin turun dan perlahan-lahan mengambil biji bunga matahari itu dan mengamatinya dengan serius. Dibawanya pulang biji bunga matahari itu, sambil dia tak lepas-lepasnya berpikir.
“Alangkah baiknya, kalo biji bunga matahari ini aku tanam di kebunku,” kata hati Sipocin, “ kalau bunga ini udah tumbuh nanti akan aku siram,aku pupuk, dan aku rawat tiap hari, tak kan kubiarkan sesuatu apapun kan mengganggunya. Pasti dia akan tumbuh besar, bunga-bunganya bermekaran hingga aku nanti dapat mendapatkan madu-madu yang manis dan lezat untuk keluargaku dan tak lupa nanti aku beri juga Sikiro dan Sirion teman-temanku.
Sesampai di rumah Sipocin ingin segera menanam biji bunga matahari itu di kebun samping rumahnya. Sipocin tidak dapat menanam biji itu sendirian. Ia meminta bantuan pada teman-teman dan saudaranya.
“Maukah kalian membantuku menanam, biji bunga matahari ini,” kata Sipocin
Mereka tidak ada yang menjawab.
Ketika Sipocin mengulangi pertanyaan yang sama, baru salah satu dari mereka menjawab.
“Sory Pocin, gali aja tanahnya sendirian, kami lagi sibuk bermain.”
Tanpa banyak kata, Sipocin akhirnya menggali tanah itu sendiri, setelah lubangnya siap dia masukkan biji bunga matahari itu dengan besar harapan dia pada Tuhan, semoga biji itu nanti dapat tumbuh besar sesuai asanya. Sipocin lalu mengambil air secukupnya untuk menyiram galian lubang yang sudah ia isi biji bunga matahari itu dan menutupnya kembali dengan tanah kompos. Selesai semuanya Sipocin masuk rumah untuk membantu orang tuanya menyiapkan kebutuhan keluarga.
Di pagi ini, Sipocin akan pergi bersama ayahnya untuk mencari madu. Ketika sampai di tengah perjalanan , mereka bertemu dengan Sirion sekelompok kupu kupu gajah yang sedang bermain – main.
Sipocin menyapa mereka.
“Hai Rion, maukah kalian ikut kami untuk bersama-sama mencari madu sebagai persediaan musim kemarau nanti”.
“Maaf Pocin, permainan kami ini sangat seru, tak bisa kami ikut kalian,” jawab mereka.
Sipocin dan ayahnya akhirnya melanjutkan perjalanan kea rah selatan. Sipocin melihat ada satu batang bunga matahari yang sedang mekar, Sipocin mengajak ayahnya kea rah bunga itu untuk mengambil madunya.
Hari sudah sore, sang mentari pun akan ke peraduannya. Sipocin dan ayahnya segera pulang membawa madu hasil jerih payahnya seharian tadi. Sesampai di rumah ibunya menyambut kepulangan Sipocin dan ayahnya. Mereka serahkan hasil pencarian madu itu pada ibunya. Semangkok ibu siapkan untuk makan malam keluarga mereka, sisanya disimpan untuk persiapan musim kemarau nanti.
Sipocin memang kupu kupu yang rajin, sejenak dia pergi ke belakang untuk mengambil air dan dia siramkan pada tanaman bunga matahari yang ia tanam dulu. Selesai makan malam Sipocin pun tidur biar badannya segar setelah capek bekerja membantu ayahnya, sehingga esok dia jadi lebih segar, siap membantu mencari madu lagi .
Pagi-pagi Sipocin sudah bangun, sementara itu saudaranya masih nyenyak tidur. Dia mencari ibunya di dapur dan bertanya.
“Bu, ayah di mana”.
“Ayahmu sakit, Nak,” jawab ibunya.
“Sakit apa, Bu…?” tanya Pocin
“Mungkin ayahmu kecapekan, ayah tidak bisa mencari madu hari ini, biarkan beliau istirahat ya… ajaklah saudaramu untuk menemanimu mencari madu, Nak!” kata ibu dengan sedih.
“Baik, Bu,” tutur Sipocin dengan santun.
Sebelum pergi mencari madu Sipocin tidak lupa untuk menyiram bunga matahari tanaman kesayangannya. Demikian pula ketika ia pulang dari mencari madu tak lupa disiramnya bunga itu.
Hari berganti hari, tak terasa tanaman bunga matahari Sipocin sudah tumbuh dengan subur. Itu semua karena sifat rajin Sipocin dalam merawat tanaman itu tanpa kenal lelah. Rutinitas Sipocin dalam mencari madu terbang dari pohon yang satu ke pohon yang lain, dari kebun yang satu ke kebun yang lain tak kenal lelah. Dan tiada pula ia lelah untuk mengajak saudara dan teman-temannya mempersiapkan diri untuk menghadapi setiap musim kemarau yang pasti akan tiba, dengan tabungan madu di musim hujan seperti ini.
“Maukah kalian ikut aku bersama-sama cari madu,” tanya Pocin.
“Maaf Pocin, kami sedang bermain,” jawab mereka.
Pada suatu hari Pocin mencari madu dengan tubuh berkeringat. Dia merasakan udara sangat terik. Sambil berteduh di bawah pohon Sipocin bergumam.
“Apakah hari ini merupakan pertanda kalau musim sudah kan berganti. Musim kemarau kan menyapa bumi. Belum aku temukan bunga yang segar mekar untuk kuhisap madunya. Walau di rumah sudah ada banyak persediaan, tapi aku tidak ingin pulang dengan tangan kosong. Kasihan ibu yang sudah menunggu kepulanganku.”
“Ah, kenapa aku harus bermuram durja, tanaman bunga matahariku kan udah tumbuh besar, tak lama lagi pasti kan berbunga, asal aku siram tiap hari.”
“La….la…..Li….li……,” nyanyian Sipocin terdengar merdu sekali.
Sipocin memang kupu kupu yang tidak pernah murung. Dia selalu bernyanyi dalam kesenangan dan kesedihan layaknya film-film India.

Panasnya udara yang dirasakan penghuni bumi, merupakan satu pertanda bahwa musim kemarau telah tiba. Sipocin semakin rajin merawat dan menyirami bunga mataharinya walau air semakin sulit didapat. Tanaman itu sudah tampak sekali bunga-bunganya. Bila dipandang mata sangatlah sejuk rasanya. Sipocin sangat bersyukur pada Tuhan Yang Maha Esa.
”Hai Pocin, sedang apa kamu,” tanya Sikiro.
”Ah...lagi santai aja, ” jawab Sipocin.
Sikiro bersama Sirion melihat Sipocin sedang berada di kebun bunga mataharinya. Mereka sangat ingin memiliki tanaman seperti kepunyaan Sipocin. Sifat rajin Sipocin ternyata telah membuahkan hasil.
Teman-teman Sipocin sekarang merasa menyesal, mengapa dia tidak pernah mau memenuhi ajakan Sipocin untuk mempersiapkan diri menyimpan madu yang dibutuhkan di musim kemarau seperti ini..
Seminggu lagi Pocin yakin, kalau bunga mataharinya akan menghasilkan madu untuk bisa dinikmati. Sipocin tambah rajin. Kedua orang tuanya tidak merasakan kebingungan seperti tetangganya yang lain karena sudah memiliki persediaan madu, dan sebentar lagi mereka akan panen. Mereka semakin sayang pada Sipocin.
Pagi itu Sipocin bersama keluarga dan teman-temannya berada di kebun miliknya. Suasana hati mereka sangat gembira, karena sedang merayakan pesta panen madu bunga matahari milik Pocin. Walau Sikiro dan Sirion dulu tidak mau membantu, tapi karena kebaikan Sipocin mereka berdua diajak juga menikmati kelezatannya madu bunga matahari Sipocin yang berada di kebun miliknya.

KARYA :

YOSIK ERNAWATI KELAS IX B
SALAH SATU SISWA YANG AKTIF DAN KREATIF DI SEKOLAHNYA
SMP NEGERI 2 BARON

No comments: